Serang, bantencom – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah salah satu sumber energi yang dibutuhkan, posisinya sangat penting mengingat begitu banyaknya kehidupan manusia yang tergantung pada energi ini. Namun dampak yang ditimbulkan juga tidak sedikit, terutama dampak negatif yang dihasilkan dari emus gas rumah kaca terhadap lingkungan. Belum lagi dampak dari batubara sebagai bahan baku pengoperasian pembangkit listrik yang bisa menghasilkan limbah dan kerusakan lingkungan. Atas dasar itulah banyak negara yang telah merencanakan exit dari batubara 2050.
Pada tahun 2019 lalu, Mantan Menteri ESDM, Ignatius Jonan, pernah memberikan pernyataan bahwa pemerintah berencana membatasi pembangunan PLTU, dan menggantinya dengan Pembangkit berbasis gas maupun Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sejalan dengan Pak Jonan, Menteri BUMN Erick Tohir baru-baru ini melayangkan surat ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat Menteri BUMN tersebut mengenai kinerja PT PLN (Persero). Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Menteri BUMN menginginkan agar PLN dapat memanfaatkan kapasitas yang sudah ada ketimbang membuat pembangkit baru.
Namun, kedua pernyataan tersebut seperti anomali, dan tampak tidak berlaku mengingat banyaknya rencana pembangunan PLTU Baru baru, salah satunya adalah PLTU Jawa 9 dan 10 di Cilegon, Banten.
Tentu saja pembangunan unit 9 dan 10 ini bagian dari rencana pembangunan dan percepatan ekonomi dari pemerintahan Jokowi periode ini. Fungsinya sebagai cadangan listrik bagi industri-industri besar yang akan dibangun di Banten dan sekitarnya.
Padahal, tanpa pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10, Banten sudah dalam keadaan darutan limbah industri. Keadaan ini akan semakin parah apabila rencana pembangunan tersebut tetap dijalankan. Lagi-lagi, masyarakatlah yang akan terdampak. Sementara itu, hasil pembakaran batu bara diindikasikan kuat menimbulkan gejala berupa polusi udara yang menyebabkan gejala penyakit kanker paru paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan. Ini akan menjadi beban yang berkali lipat yang mesti ditanggung oleh masyarakat Banten.
Yang lebih menghawatirkan, dampak buruk pembangunan PLTU yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Di darat, rusaknya lahan-lahan perkebunan. Di laut, pencemaran laut akibat pembuangan limbah batubara, pendangkalan muara, dan menyempitnya wilayah tangkap ikan. Di udara, pencemaran yg mengakibatkan masyarakat terkena ispa.
Dengan begitu banyaknya dampak buruk, apakah pembangunan masih tetap perlu dilanjutkan