Tangerang, bantencom – Petani desa yang tergabung dalam Sekretariat Bina Desa menolak pemberlakuan kerjasama antara pemerintah Jokowi dengan pihak Monsanto dan Cargill dalam swasembada jagung.
“Kedaulatan pangan justru bersandar kepada korporasi multinasioal, bukan kepada petani kecil, keluarga petani. Kerjasama pemerintah dengan Monsanto dan Cargill tak berpihak pada petani,” kata Achmad Yakub, pegiat Sekretariat Bina Desa.
Menurutnya, semenjak pemerintah Jokowi-JK memasukkan kedaulatan pangan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), banyak petani kecil berharap akan lahirnya Trisakti di sektor pangan.
Namun pada kenyataannya, hal tersebut bertolak belakang dengan yang diharapkan oleh para petani kecil di desa-desa terpencil.
“Petani kecil yang mempraktekan pertanian agro ekologis, menjaga
diversifikasi tanaman, melestarikan lingkungan dan memberi makan
Indonesia. Petani kecil sedang berupaya melepas ketergantungan dari benih-benih bikinan corporate yang berpaten, harga tinggi dan merusak diversifikasi,” terangnya.
diversifikasi tanaman, melestarikan lingkungan dan memberi makan
Indonesia. Petani kecil sedang berupaya melepas ketergantungan dari benih-benih bikinan corporate yang berpaten, harga tinggi dan merusak diversifikasi,” terangnya.
Keinginan petani ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang (UU) Sistem Budidaya Tanaman yang menginginkan dijaganya ketersediaan benih dan pendiistribusiannya yang lancar.
Dimana, sebanyak 60 persen kesuburan tanah membaik dengan benih petani dan perlakuan agro ekologis yang petani kecil hasilkan. Dimana, hal tersebut memiliki nilai solidaritas dan berkelanjutan bagi ladang petani.
Menurutnya, apa yang dilakukan petani kecil diseluruh Indonesia
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan pembibitan jagung seperti monsanto dan cargill.
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan pembibitan jagung seperti monsanto dan cargill.
Apa yang dilakukan dua perusahaan bibit tersebut yang kemudian bekerjasama dengan pemerintah, merupakan kesalah besar dan akan mematikan petani kecil di Indonesia.
“mereka (monsanto dan cargill) mempunyai paten, monopoli, komersial, dan menyebabkan ketergantungan. Belum lagi hilangnya keanekaragaman
hayati akibat diperkenalkannya praktek monokultur korporasi. kerjasama besar-besaran dengan perusahaan besar internasional bukanlah praktek trisakti dalam kedaulatan pangan. itu adalah korporatisasi pertanian dan pangan,” tegasnya.
hayati akibat diperkenalkannya praktek monokultur korporasi. kerjasama besar-besaran dengan perusahaan besar internasional bukanlah praktek trisakti dalam kedaulatan pangan. itu adalah korporatisasi pertanian dan pangan,” tegasnya.
Sedangkan menurut pengamat hukum dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan, meminta agar Jokowi-JK untuk lebih mendalami lagi hukum konstitusi negar Indonesia.
“Harus lebih mendalami lagi arah konstitusionalisme bernegara kita
ini, dihubungkan dengan konsepsi Nawacita dan Idiologi Trisakti Bung
Karno yang digaungkan mereka sejak masa kampanye lalu, jelas tidak sinkron dan sejalan dengan praktek ketergantungan negara kita pada korporasi besar macam monsanto dan cargill,” kata pengamat hukum IHCS, Ridwan Darmawan.
ini, dihubungkan dengan konsepsi Nawacita dan Idiologi Trisakti Bung
Karno yang digaungkan mereka sejak masa kampanye lalu, jelas tidak sinkron dan sejalan dengan praktek ketergantungan negara kita pada korporasi besar macam monsanto dan cargill,” kata pengamat hukum IHCS, Ridwan Darmawan.
Dimana menurut Ridwan, MK dalam putusan akhirnya terkait UU
Holtikultura jelas menyatakan bahwa kehadiran negara dalam cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dilakukan.
Holtikultura jelas menyatakan bahwa kehadiran negara dalam cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dilakukan.
“Dari putusan MK tersebut haruslah dipandang bahwa jalan
konstitusionalitas penyelenggaraan Negara telah digariskan. Sehingga
pemerintah sebagai eksekutif, harusnya menjalankannya dengan penuh kesungguhan dan tanpa kompromi,” tegasnya.
konstitusionalitas penyelenggaraan Negara telah digariskan. Sehingga
pemerintah sebagai eksekutif, harusnya menjalankannya dengan penuh kesungguhan dan tanpa kompromi,” tegasnya.