SERANG, bantencom – Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Ranta Soeharta diduga telah melakukan intervensi terhadap kinerja wartawan, dengan menghalang-halangi awak media yang hendak melaksanakan peliputan di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), yakni melarang pengambilan gambar lokasi proyek pembangunan gedung PUPR Banten. Hal tersebut menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk para aktivis di Provinsi Banten karena dianggap telah melanggar UU Pers nomor 40 tahun 1999.
Diketahui, PT Jaya Konstruksi selaku perusahaan pembangunan proyek gedung Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten, diduga telah melakukan perusakan dan merubah lahan kosong di KP3B menjadi daerah perbukitan. Ketika pihak media hendak melakukan konfirmasi saat dilaksanakannya kegiatan syukuran di lokasi proyek pembangunan gedung PUPR, sejumlah keamanan proyek langsung melakukan pelarangan. Bahkan ketika hendak mengambil gambar di dalam lokasi dari atas gerbang, tetap tidak diperkenankan.
Salah seorang Petugas Keamanan Proyek, Kartono mengatakan, dirinya diperintahkan untuk melarang siapapun masuk ke lokasi kegiatan syukuran, termasuk awak media jika tidak ada izin dari Sekda. Termasuk mengambil foto lokasi syukuran.
"Kalau tidak ada izin Sekda tidak boleh masuk untuk liputan. Ini cuma slametan, silahkan hubungi saja dahulu pak Sekda nya," ujar Kartono, Rabu (20/09).
Ketua LSM Gasak, Ijul menyatakan, baik Sekda maupun PT Jaya Konstruksi tidak berhak melarang media untuk melaksanakan tugasnya dalam mencari berita. Termasuk meminta konfirmasi mengenai perusakan aset dan membuat lahan kosong menjadi pembuangan sampah serta puing bangunan gedung, hingga melarang media ambil gambar.
"Ini milik negara, siapapun bisa masuk. Apalagi cuma acara begini. Sudah merusak aset Pemprov, dibiarkan saja. Sekarang malah melarang media mengambil gambar dan,masuk lokasi. PT Jaya Konstruksi ini kok kaya yang spesial banget," katanya.
Senada dikatakan Direktur Organisasi Aliansi Jurnalis Banten, Suparman. Siapapun yang menghalang-halangi tugas wartawan dalam mencari berita, sudah melanggar UU Pers nomor 40 tahun 1999 dengan ancaman kurungan dua tahun penjara atau denda 500 juta. Apalagi, kata Parman. Menurutnya, seorang Sekda tidak mempunyai hak untuk melarang awak media melaksanakan tugas. Terkecuali hal itu rapat tertutup, tetapi setelah itu, tetap memberikan keterangan terhadap media.
"Meskipun rapat tertutup agenda penting yang membahas soal Banten maupun keuangan negara, kan bisa menjelaskan usai itu. Apalagi media bukan mau liputan acara syukuran. Hanya minta komentar pihak perusahaan yang selama ini terkesan tertutup. Jadi, moment ketika syukuran sebenarnya waktu tepat untuk minta penjelasan, tapi malah tidak boleh masuk. Ada apa ini sebenarnya dengan pembangunan dan PT Jaya Konstruksi," ujar Parman.
Untuk itu, Parman menegaskan pihaknya meminta agar Sekda Banten dan PT Jaya Konstruksi bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukannya terhadap salah seorang awak media koran Harian Tangerang Raya. Bila perlu, Parman akan melaporkan hal itu karena telah melanggar pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999, tentang jaminan bagi pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
"Kalau begitu, Sekda dan PT Jaya Konstruksi diduga sudah melanggar. Sebab, setiap orang atau lembaga yang menghambat atau memghalangi kinerja wartawan, terancam pidana penjara dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta," tegas Parman.